Beranda | Artikel
Pokok-Pokok Dakwah Salafiyyah
14 jam lalu

Pokok-Pokok Dakwah Salafiyyah adalah tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Dr. Ali Abu Haniyyah Hafidzahullah pada Kamis, 24 Rabi’ul Awwal 1444 H / 20 Oktober 2022 M.

Tabligh Akbar Tentang Pokok-Pokok Dakwah Salafiyyah

Cahaya Islam menyebar hingga ke negeri ini, sampai ke Indonesia, bahkan menjangkau Amerika, di belahan barat dunia. Sampainya Islam ke berbagai penjuru dunia menunjukkan keagungan agama yang mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta‘ala-lah yang menjadikan agama Islam tersebar ke seluruh penjuru bumi. Kewajiban kita adalah menjaga nikmat yang telah Allah berikan: nikmat iman dan nikmat Islam.

Di waktu yang bersamaan, kita merasa senang karena banyaknya kaum muslimin. Namun, pada saat yang sama, kita juga merasa sedih karena banyak di antara kaum muslimin yang memiliki pemahaman yang keliru, menyimpang dari tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta tidak sesuai dengan pemahaman para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum.

Kita diperintahkan untuk memahami agama ini dengan pemahaman yang benar dari Rasulullah, bukan dengan pemikiran, hawa nafsu, dan pendapat yang menyimpang.

Banyak dari kaum muslimin yang mengikuti pemahaman yang menyimpang itu selama berabad-abad hingga hari ini. Keadaan ini menuntut kita untuk kembali kepada pemahaman yang benar tentang Islam—Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan Islam yang telah diselewengkan atau dibelokkan dari jalan kebenaran dan dari pemahaman yang lurus.

Kini, setelah lebih dari 14 abad berlalu sejak Islam diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kita memiliki kewajiban besar untuk mempelajari dan menjaga kemurniannya.

Oleh karena itu, tatkala Allah Subhanahu wa Ta‘ala berkehendak untuk menjaga agama-Nya, untuk menjaga Islam yang sahih, maka terdapat pokok-pokok ajaran—perkara-perkara inti. Barang siapa menjaga pokok-pokok tersebut, berarti ia telah menjaga Islam. Ia telah berjalan di atas Islam yang sahih dan selamat dari penyimpangan.

وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ

“Dan bagi setiap kaum ada penunjuk jalan.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 7)

Demikianlah, di tengah umat ini ada sekelompok manusia yang senantiasa berjalan di atas al-haq, di atas kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjadikan kebenaran bersama mereka. Mereka adalah Ahlus Sunnah—orang-orang yang berusaha berjalan di bawah naungan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka apabila engkau ingin hidup di atas agama Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan ingin wafat dalam keadaan bertemu Allah Subhanahu wa Ta‘ala di atas Islam, maka berpeganglah teguh pada pokok-pokok tersebut.

Inilah yang disebut dengan ushul dakwah salafiyyah, yang hakikatnya adalah pokok-pokok ajaran Islam yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Pertama, Al-Qur’anul Karim

Pokok pertama dari tiga pokok dakwah Salafiyyah adalah Al-Qur’anul Karim, yang Allah Subhanahu wa Ta‘ala turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pemimpin para nabi dan rasul, sebagai petunjuk, cahaya, dan hidayah bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda di hadapan para sahabat:

“Bergembiralah kalian, bergembiralah kalian! Bukankah kalian bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah?” Mereka menjawab, “Ya, benar.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah Tali Allah; salah satu ujungnya berada di sisi Allah dan ujung lainnya berada di tangan kalian. Maka berpegangteguhlah dengannya, karena kalian tidak akan tersesat dan tidak akan binasa selama-lamanya setelahnya.” (HR. Muslim)

Pokok pertama ini merupakan hal yang tidak diperselisihkan oleh kaum muslimin. Tidak ada khilaf tentang kewajiban berpegang teguh dengan Al-Qur’anul Karim. Jika ada perbedaan pendapat terkait Al-Qur’an, maka itu adalah perbedaan antara orang beriman dengan orang kafir. Orang-orang beriman tidak pernah berselisih tentang kebenaran Al-Qur’an.

Kedua, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Kemudian, ketika Al-Qur’an perlu penguat, maka pokok kedua dari ushul dakwah Salafiyyah adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sunnah adalah penjelas bagi Al-Qur’an.

Berpegang teguh di atas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan kewajiban yang tidak kalah pentingnya dengan kewajiban berpegang teguh pada Al-Qur’anul Karim. Keduanya datang dari Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Al-Qur’an dan sunah merupakan wahyu dari sisi-Nya.

Sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu adz-dzikr (Al-Qur’an) agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Naḥl [16]: 44)

Penjelasan Nabi adalah sunnah beliau. Maka, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wajib dijadikan sandaran, sebagaimana Al-Qur’anul Karim wajib dijadikan pegangan.

Dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyebutkan kewajiban orang-orang beriman untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Di antaranya adalah firman-Nya:

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا

“Jika kamu mentaati dia (Rasul), niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An-Nur [24]: 54)

Juga peringatan terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَـٰلِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)

Ada pula orang yang mengaku taat kepada Allah, namun bermaksiat kepada Rasul, tidak mengikuti jalannya. Klaim seperti ini tidaklah benar, melainkan merupakan kedustaan. Dalam banyak ayat, Allah Subhanahu wa Ta‘ala menggandengkan perintah taat kepada-Nya dengan perintah taat kepada Rasul-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul.” (QS. An-Nisa [4]: 59)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

ﺇِﻧِّﻲ ﻗَﺪْ ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻓِﻴﻜُﻢْ ﺷَﻴْﺌَﻴْﻦِ ﻟَﻦْ ﺗَﻀِﻠُّﻮﺍ ﺑَﻌْﺪَﻫُﻤَﺎ : ﻛِﺘَﺎﺏَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺳُﻨَّﺘِﻲ، ﻭَﻟَﻦْ ﻳَﺘَﻔَﺮَّﻗَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺮِﺩَﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺍﻟْﺤَﻮْﺽَ

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah dan Sunnahku, dan tidak akan berpisah keduanya hingga keduanya mengantarku ke telaga.” (HR. Al-Hakim)

Ketiga, Pemahaman Sahabat

Kaum muslimin di berbagai tempat sering kali berselisih dalam memahami nash-nash Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Masing-masing pihak mengklaim berada di atas Al-Qur’an dan Sunnah, namun pada kenyataannya mereka berbeda pendapat dalam memahami keduanya.

Perselisihan ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam metode pengambilan dan pemahaman dalil. Maka, jalan keluar dari perpecahan semacam ini adalah kembali kepada pokok yang ketiga, yaitu pemahaman Salaf — yaitu pemahaman para sahabat dalam memahami Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalil-dalil yang menunjukkan pokok ketiga ini—yaitu kewajiban memahami Al-Qur’an dan sunnah di atas pemahaman para Salaf, yakni para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam—sangat banyak di dalam Al-Qur’an.

Namun sebelum menyebutkan sebagian dalil tersebut, disampaikan bahwa seandainya tidak ada satu pun dalil yang secara eksplisit menunjukkan kewajiban beriltizam (komitmen) terhadap pemahaman Salaf, maka cukup dengan bukti bahwa hanya pemahaman Salaf yang menjaga kaum muslimin dari perselisihan. Hal itu saja sudah menjadi dalil yang kuat atas kewajiban mengikuti manhaj mereka dalam memahami nash-nash Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Seandainya seseorang diberikan pilihan antara mengikuti pemahaman Fulan, atau pemahaman yang lain, kemudian dibandingkan dengan pemahaman Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib—maka pilihan yang benar tentu jatuh kepada pemahaman para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kita merasa heran terhadap orang-orang yang meninggalkan pemahaman para sahabat dan tabi’in, lalu mendahulukan pemahaman Syaikh tertentu atau doktor tertentu. Mereka justru mengesampingkan pemahaman generasi terbaik umat ini.

Para sahabat adalah generasi yang paling memahami wahyu karena mereka hidup langsung bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyaksikan turunnya wahyu, dan memahami konteks serta maksud dari setiap perintah dan larangan.

Rabb kita, Allah Subhanahu wa Ta‘ala, ketika menjelaskan keridaan-Nya terhadap generasi emas umat ini—yakni para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum—berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ…

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama masuk Islam dari golongan Muhajirin dan Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS. At-Taubah [9]: 100)

Maka barangsiapa yang menginginkan keridhaan Allah, hendaknya ia menjadi bagian dari manusia yang disebutkan dalam ayat tersebut. Hendaknya ia mengikuti jalan para Muhajirin dan Ansar dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyatakan bahwa keridhaan-Nya tidak hanya berlaku bagi para sahabat, tetapi juga bagi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada sahabat dan kepada siapa saja yang menapaki jalan mereka—bukan jalan orang-orang yang menyelisihi mereka.

Dengan demikian, setiap Muslim dihadapkan pada pilihan: apakah ia ingin menjadi bagian dari orang-orang yang diridhai Allah karena mengikuti jalan sahabat, atau sebaliknya.

Di antara rahmat Allah Subhanahu wa Ta‘ala terhadap umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bahwa Dia menetapkan bagi umat ini pemahaman yang menjaga mereka dari perselisihan, yaitu pemahaman kaum Salaf—yaitu para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum.

Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta‘ala mengetahui bahwa akan terjadi perbedaan dalam memahami pokok pertama dan pokok kedua, yaitu Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka Allah menetapkan pokok ketiga: pemahaman para sahabat, sebagai penjernih dari kekeliruan dan penjaga kebenaran dalam memahami nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah.

Bagaimana mungkin pemahaman para sahabat tidak menjadi penjaga yang melindungi kaum muslimin dari kekeliruan dalam perkara agama, padahal tidak ada perselisihan dalam perkara agama kecuali setelah masa mereka?

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Dengarkan dan Download Kajian Tabligh Akbar Tentang Perbedaan antara Dakwah Salafiyyah dan Harakiyyah

Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link download tabligh akbar ini ke media sosial Antum. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Antum semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55424-pokok-pokok-dakwah-salafiyyah/